Eric Cina dari geosurvey.co.id melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Ketua Mahkamah Agung Sunarto terpilih menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA) pada Rabu (16/10/2024) menggantikan M. Syarifuddin yang pensiun.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila Agus Surono berharap Sunarto jujur dalam menangani perkara Peninjauan Kembali (JC) tersangka korupsi Mardani Maming.
Saya berharap Pak Sunarto independen dan obyektif. Saya berharap tetap menjaga integritasnya bahkan dalam memutuskan permohonan PK terpidana Mardani X Maming, kata Agus dalam keterangan yang diterima, Rabu (16/10/2024). .
Agus meminta MA menjadi garda terakhir dalam pemberantasan korupsi dan mendukung komitmen Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam pemberantasan korupsi dengan menolak PK.
“Mendukung komitmen Presiden terpilih Prabowo Subianto dalam memberantas korupsi, khususnya di sektor sumber daya alam, demi kemajuan masyarakat,” kata Agus.
Perkembangan lain, politisi Partai Gerindra Emmanuel Ebenezer berspekulasi bahwa persidangan PK harus sejalan dengan lembaga penegak hukum yang ada dan dalam semangat pemberantasan korupsi.
“Saya berharap MA benar-benar menjadi benteng atau kekuatan melawan mafia hukum, bukan menjadi lembaga politik untuk dirundingkan atau dilobi,” ujarnya.
Ia juga berharap Ketua MA yang baru melakukan pembersihan kelembagaan dan memperkuat koordinasi internal agar tidak terjerumus ke dalam pengaruh mafia hukum yang dapat melemahkan proses penegakan hukum.
“Penegakan hukum harus terus kita buktikan karena lembaga ini bukan lembaga politik,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Mahkamah Agung Sunarto Prof. dr. Gedung Kusumah Atmadja, MA.
Hakim Agung Sunarto menjadi salah satu hakim yang memutus perkara PK terkait izin usaha pertambangan (IUP) terpidana korupsi Mardani Maming.
Dirampas kebebasannya selama 12 tahun
Perlu diketahui, pada 10 Februari 2023, Mardani awalnya divonis 10 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Banjarmasin dalam kasus suap terkait pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) kegiatan produksi. (OP) saat masih menjabat Bupati Tanahbumbu.
Selain itu, majelis hakim yang dipimpin Heru Kuntjoro juga menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp 500 miliar dengan syarat denda tersebut diringankan menjadi 4 bulan penjara jika denda tidak dibayarkan.
Tak hanya itu, terdakwa Mardani H Maming juga harus membayar ganti rugi sebesar Rp 110.601.731.752 (Rp 110,6 miliar).
Jika Anda tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah perintah pengadilan berlaku, properti tersebut akan dilelang sebagai kompensasi. Jika terdakwa tidak mempunyai cukup harta untuk membayar ganti rugi, maka ia akan dipenjara selama dua tahun.
Mardani mengajukan banding atas putusan tersebut dan JPU KPK tak mau kalah karena juga mengajukan banding ke PT Banjarmasin.
PT Banjarmasin justru meringankan hukuman Mardani menjadi 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta oleh PT Banjarmasin dalam Putusan Nomor 3/PID.SUS-TPK/2023/PT BJM.
Mardani mengajukan banding melalui pengacaranya, namun ditolak oleh putusan Mahkamah Agung.
Masih dirugikan dengan keputusan tersebut, Mardani dan pengacaranya rupanya sudah mengajukan permohonan ke PK.
Permohonan P.K. diajukan karena pemohon menilai terdapat kesalahan dan kontradiksi dalam keputusan juri.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Greafik Lioserte sebelumnya meminta Mahkamah Agung (MA) membubarkan PK tersebut.
“Kami menilai tidak ada alasan tunggal untuk dapat menyatakan adanya kesalahan dalam putusan hakim. Baik itu putusan senat tingkat pertama, banding, atau kasasi,” kata Greafik. waktu yang lalu. Seperti dikutip dari Banjarmasin Post.
Selain itu, menurut Greafik, kontradiksi PKPU yang diajukan sebagai argumen kedua terlalu lemah. Sebab, juri tidak ada sangkut pautnya dengan kasus-kasus sebelumnya.
Selain itu, Greafik menilai laporan ahli yang disampaikan pemohon tidak cukup membuktikan kesalahan nyata dalam putusan korupsi Mardani X Maming. Karena itu, kliennya, pengusul putusan PK, Mardani X Maming, meminta agar putusan sebelumnya efektif, yakni hukuman penjara 12 tahun, serta ganti rugi negara sebesar Rp110 miliar.
“Kami meminta Mahkamah Agung RI yang mengadili dan memutus perkara PK, untuk menguatkan putusan yang telah final dan mempunyai kekuatan hukum tetap serta menolak permohonan PK yang diajukan pemohon banding,” kata Greafik.