Wartawan Tribunnews, Horul Arifin
geosurvey.co.id, JAKARTA – Jaringan Posyandu dan Puskesmas yang tersebar di desa dan kabupaten di Indonesia berperan penting dalam mencegah terjadinya kejutan di Indonesia.
Keduanya merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menjamin kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi, khususnya pada saat pelaksanaan Program Gizi Gratis (MBG) yang akan dimulai pada Januari 2025.
Nunung Nuryartono, Pj Deputi III Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), menjelaskan posyandu dan puskesmas berperan penting sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan program.
Dengan sekitar 300.000 Posyandu dan 10.000 Puskesmas di Indonesia, kedua lembaga ini merupakan tempat utama pemantauan status kesehatan masyarakat.
“Posyandu, begitu pula Puskesmas, merupakan garda terdekat yang memantau balita, ibu hamil, dan ibu menyusui,” ujarnya dalam Forum Barat Merdeka (FMB9) dengan topik “Gizi Gratis, Solusi Pengurangan”. Sebuah angka yang mengejutkan. Tribunnews berpartisipasi pada Senin (18/11/2024).
Nunung juga menjelaskan, program MBG merupakan program dwi tujuan. Selain mengurangi jumlah guncangan yang terjadi sebelumnya, program ini juga diharapkan dapat mencegah terjadinya guncangan baru.
Hal ini merupakan permasalahan yang memerlukan perhatian serius di berbagai tingkat pemerintahan, termasuk kerjasama lintas disiplin.
“Ada perbedaan tujuan yang besar dengan program gizi untuk menghindari kejutan. Jadi sinergi sangat penting agar semuanya bisa berjalan efektif,” ujarnya.
Salah satu langkah kunci untuk menghindari kejutan adalah dengan fokus pada intervensi yang ada saat ini.
Remaja perempuan merupakan salah satu kelompok prioritas intervensi ini untuk menjamin kesehatannya sebelum memasuki tahapan pernikahan dan kehamilan.
Dengan posisi tubuh yang sehat, bayi baru lahir diharapkan memiliki kesehatan yang optimal dan terhindar dari risiko syok.
Di sisi lain, pemerintah juga berupaya memastikan penggunaan data kesehatan masyarakat secara optimal. Data berdasarkan nama dan alamat yang dikumpulkan melalui Posyandu dan Puskesmas menjadi dasar untuk menentukan wilayah prioritas dan intervensi yang tepat.
Dengan demikian, pemerintah bisa lebih fokus menangani daerah-daerah yang angkanya tinggi. Strategi ini juga mencakup integrasi program makanan tambahan yang diprakarsai pemerintah daerah.
“Jika tingkat kejutan lama berhasil diturunkan, namun muncul angka-angka baru yang belum terpecahkan, maka ini akan menambah kesulitan,” tegasnya.
Oleh karena itu, upaya pencegahan syok harus dimulai dengan pendidikan, pemantauan, dan pemberian intervensi gizi yang tepat. Dalam pelaksanaannya, program MBG memerlukan sinergi yang kuat antar kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Pemerintah optimistis jika ada kerja sama yang lebih kuat antara semua pihak, maka tujuan meredam kejutan bisa tercapai. Komitmen bersama dari pusat hingga daerah, serta peran aktif Posyandu dan Puskesmas menjadi kunci keberhasilan program ini.
“Program ini sangat strategis. Banyak masukan dari berbagai lembaga yang menekankan pentingnya fokus pada program untuk mengurangi jumlah kejutan,” kata Nunung.
Mempersiapkan strategi nasional untuk pencegahan guncangan
Suprayoga Adiadi, Deputi Direktur Dukungan dan Pemerataan Pembangunan Manusia, Sekretariat Wakil Presiden RI, menjelaskan Pemerintah Indonesia sedang menyusun Strategi Nasional (Negara) pencegahan dan pengurangan tahun 2025-2029.
“Strategi Nasional ini memiliki pendekatan yang berbeda dibandingkan sebelumnya. Strategi ini tidak hanya memberikan intervensi yang spesifik dan sensitif, tetapi juga mencakup lima kelompok sasaran utama,” ujarnya.
“Lima kelompok sasaran prioritas tersebut adalah ibu hamil, ibu menyusui, bayi (di bawah dua tahun), bayi (2-5 tahun), serta remaja putri dan calon pengantin,” lanjutnya.
Meskipun dulu fokusnya adalah pada percepatan laju pengurangan guncangan, kini terdapat paradigma pencegahan. Pendekatan ini mencakup pola makan seimbang, pemeriksaan kesehatan rutin bagi calon pengantin, serta edukasi bagi remaja putri dan ibu hamil.
Salah satu program unggulan yang akan mendukung Strategi Nasional tersebut adalah Program Prioritas Nasional Pangan Gratis Gizi (MBG) yang akan diluncurkan pada Januari 2025.
Ia menekankan pentingnya sinergi program pangan gratis bergizi dengan Strategi Nasional yang manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Langkah ini diharapkan dapat mencegah efek setrum jangka panjang yang sulit diperbaiki.
Strategi Nasional yang baru akan beradaptasi dengan struktur pemerintahan yang lebih inklusif. Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (NBKPN) akan menjadi pemimpin utama, didukung oleh Kementerian Kesehatan di bidang ini.
“Strategi Nasional ini akan menjadi landasan yang kokoh untuk menjamin keberlanjutan program lima tahun ke depan,” imbuhnya.
Strategi Nasional ini akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 (Perpres) yang akan dijadikan acuan strategis hingga tahun 2029. Menurut Superyoga, proses penyusunan Perpres ini hampir selesai dan diharapkan bisa diterbitkan. Pada bulan Januari 2025.
Ia optimis bahwa kerangka kerja yang lebih fokus dan berbasis pencegahan ini dapat mendorong angka tersebut menjadi 14,2 persen pada tahun 2029 dan 5 persen pada tahun 2045.