geosurvey.co.id, JAKARTA – Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim menitikkan air mata saat hendak meninggalkan ruang sidang usai mendengarkan hukuman lima tahun penjara di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30 Desember 2024).
Helena Lim dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada sistem tata niaga komoditas timah di Kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk Bangka Belitung periode 2015-2022.
Ia tak bisa menyembunyikan kesedihannya usai memeluk ibunya, Hoa Lian yang duduk di kursi roda.
Hoa Lian tampak menangis saat melihat Helena Lim yang mengenakan rompi penjara berwarna merah muda hendak meninggalkan ruang sidang.
Hoa Lian meraung dan memeluk Helena Lim erat-erat, seolah dia tidak ingin putrinya pergi.
Hoa Lian memeluk Helena Lim erat-erat dan berkata, “Pulanglah sayangku, pulanglah anakku, ya Tuhan.”
Selain itu, Hoa Lian mengajukan pengaduan saat melihat putranya menghadapi gugatan yang merugikan negara triliunan rupee.
Dia terdengar berteriak ingin mati dan memohon agar putranya pulang.
“Matilah ibu, nak, matilah sayang, pulanglah,” katanya.
Helena yang hendak meninggalkan ruang sidang pun terlihat menitikkan air mata.
Meski wajahnya ditutupi topeng hitam, ia tampak tak mampu menyembunyikan kesedihannya.
Sesekali dia menyeka air matanya.
Helena Lim juga terlihat dipeluk oleh seorang kerabatnya di depan pintu ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ia menangis tersedu-sedu saat melihat ibunya menunggunya di luar ruang sidang.
Sontak, awak media yang berada di sekitar mereka mencoba merekam pertemuan ibu dan anak tersebut.
Momen itu tidak berlangsung lama karena beberapa saat usai sidang, Helena Lim dibawa polisi menuju kendaraan tahanan untuk membacakan putusan.
Hoa Lien tampak sangat emosional sejak sidang dimulai.
Dia menangis histeris dan harus dibawa pergi oleh petugas pengadilan pada Senin sore untuk membacakan putusan putrinya.
Hoa Lian terlihat menangis sejak persidangan dimulai.
Hakim, yang membaca pikirannya selama persidangan, harus berhenti sejenak.
Ketua Hakim Rianto Adam Pontoh segera meminta pejabat pengadilan mengeluarkan Hoa Lian dari ruang sidang.
Menurut Pontoh, hal itu terjadi karena situasi tersebut mengganggu konsentrasi juri yang mengawasi sidang.
“Tunggu sebentar, siapa pun yang menangis, tolong keluarkan agar tidak mengganggu hakim yang membacakan putusan. Tolong carikan keluarga yang bisa membantu mengeluarkan ibunya,” kata Hakim Pontoh di ruang sidang.
Belakangan, ketika petugas dan keluarganya mencoba membantunya meninggalkan gedung pengadilan, wanita tua itu tampak histeris.
“Tukarkan aku dengan nyawaku,” kata Hoa Lian.
Tak lama kemudian, Hoa Lien didorong keluar ruang sidang dengan kursi roda yang dibawa oleh petugas keamanan pengadilan.
Pada sidang sebelumnya, Hoa Lian mengatakan putrinya Helena telah bekerja sejak kecil, mendirikan perusahaan perdagangan valuta asing pada tahun 1998 dan tidak pernah terlibat dalam pertambangan.
Dia menambahkan bahwa Helena Lim adalah tulang punggung keluarga, termasuk dua anaknya, lima keponakan dan staf yang berdedikasi.
Hoa Lian hanya berharap Helena Lim bisa bersatu kembali sebagai keluarga seperti dulu.
“Anak saya tidak bersalah. Kami hanya ingin berkumpul sebagai satu keluarga lagi,” kata Hoa Lian.
Sementara itu, Andi Ahmad, kuasa hukum Helena Lim, mengatakan kehadiran Hoa Lian dalam persidangan turut memberikan dukungan moral kepada putranya saat menghadapi putusan.
Sang ibu ada di sana karena dia yakin Helena Lim tidak bersalah dan berharap hakim akan memberikan keadilan dan membebaskan Helena.
Usai persidangan, Andi mengatakan: “Hoa Lian datang ke pengadilan untuk memberikan dukungan moril, dengan harapan besar hakim dapat memberikan keadilan. Jadi anaknya hanyalah seorang pedagang valuta asing. Mengapa dia harus ditangkap karena kasus korupsi?” ujarnya.
Satu-satunya harapan sang ibu adalah secepatnya membawa Helena Lim pulang ke keluarga besarnya.
Hoa Lian, 79, berharap bisa bersama Helena sebelum dia meninggal.
“Dia juga mengatakan sebagai saksi bahwa hakim tidak boleh menahan anaknya dalam waktu lama karena ingin bertemu kembali dengan putrinya sebelum kematiannya,” ujarnya.
Namun harapan Hoa Lian pupus.
Keinginannya untuk pulang bersama Helena Lim mungkin tidak akan terwujud dalam waktu dekat.
Pasalnya hakim memutuskan Helena bersalah dalam kasus ini dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara.
“Dalam penilaian hakim, permintaan tersebut tidak dikabulkan oleh hakim dan doanya tidak diterima. Andi berkata: “Jadi Helena belum bisa pulang.” Dihukum 5 tahun penjara dan uang baru Rp 900 juta
Helena Lim divonis lima tahun penjara dalam kasus korupsi perdagangan bahan baku timah.
Dalam amar putusannya, Ketua Mahkamah Agung Rianto Adam Pontoh menyatakan Helena Lim, pemilik money changer PT Quantum Skyline Exchange, terlibat dalam tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang tersebut di atas. Dakwaan pokok pertama dan kedua dari kejaksaan.
“Dia menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada terdakwa Helena Lim,” kata Hakim Pontoh saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30 Desember 2024).
Dalam putusannya, hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp750 juta kepada Helena; Ditetapkan bahwa jika tidak dibayar, hukuman ini akan diubah menjadi hukuman penjara 6 bulan.
Selain itu, hakim menjatuhkan hukuman tambahan kepada Helena untuk membayar ganti rugi sebesar Rp900 juta kepada negara paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan menjadi final.
Atas hal tersebut, hakim mengatakan bahwa harta benda Helena Lim akan disita dan dilelang oleh jaksa jika terdakwa tidak mampu membayar uang ganti rugi.
“Jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar ganti rugi, maka hukumannya akan diganti dengan hukuman satu tahun penjara,” ujarnya.
Hakim juga memutuskan tidak terbukti Helena Lim mengambil manfaat dari dana keamanan yang disumbangkan oleh lima perusahaan smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk.
Seluruh uang jaminan yang tampaknya merupakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) senilai $30 juta atau Rp 420 miliar disebut telah diterima oleh terdakwa Harvey Moeis.
Dalam kasus itu, Helena didakwa membantu suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis, mengumpulkan uang jaminan dari pengecoran swasta.
Berdasarkan temuan jaksa, perusahaan peleburan swasta mengirimkan dana keamanan pertambangan ilegal kepada Harvey Moeis melalui Helena Lim. Perusahaan peleburan yang dimaksud adalah: CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, PT Tinindo Internusa.
Menurut jaksa, penyetoran tersebut dilakukan sebagai bagian dari kebijakan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) perusahaan dan disetorkan ke rekening penukaran mata uang Helena, PT Quantum Skyline Exchange.
“Terdakwa Helena menggunakan berbagai rekening rahasia dan tersamar serta berbagai money changer dalam melakukan serangkaian transaksi tunai penagihan surat berharga dalam rangka CSR,” kata jaksa dalam dakwaannya.
Uang jaminan sebesar $30.000 yang dikumpulkan dari Helena Lim dikirim ke Harvey Moeis dengan menyamar sebagai modal kerja dan penyelesaian utang untuk tujuan transaksi.
Faktanya, tidak ada hubungan antara Helena dengan PT Quantum Skyline Exchange dan Harvey Moeis, kata jaksa.
Menurut jaksa, transaksi tersebut dilakukan Helena Lim kepada Harvey Moeis tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku.
Antara lain, mereka tidak mempunyai kartu penduduk. Meskipun transaksinya lebih dari $20.000.
Jaksa mengatakan: “Transaksi yang dilakukan tidak memenuhi persyaratan undang-undang saat ini, termasuk tidak adanya kartu penduduk dan kegagalan memberikan informasi tentang transaksi yang melebihi $20,000.”
Selain itu, transaksi tersebut tidak dilaporkan kepada Bank Indonesia, PPATK dan tidak dicatat dalam laporan keuangan PT Quantum Skyline Exchange.
Dengan aksinya tersebut, Helena diyakini telah memusnahkan barang bukti transaksi keuangan hasil korupsi.
“Terdakwa Helena dengan sengaja menghilangkan atau menghilangkan bukti transaksi keuangan yang dilakukan Harvey Moeis dengan Suparta PT Refined Bangka Tin, Tamron alias Aon CV Venus Inti Perkasa, Robert Indarto PT Sariwiguna Bina Sentosa, Suwito Gunawan PT Stanindo Inti Perkasa, Fandy Lingga dan Rosalina” Dia menghancurkan PT Tinindo Internusa,” ujarnya.
Selain itu, Helena juga didakwa mengambil keuntungan sebesar Rp 900 juta melalui perannya memperoleh dana jaminan Harvey Moeis berkedok CSR.
Kalay diduga menggunakan dana hasil kasus korupsi untuk kepentingan pribadi. Mulai dari membeli rumah, mobil, hingga 29 tas mewah. (geosurvey.co.id/danang/fahmi)