Laporan reporter geosurvey.co.id Fahmi Ramadhan
geosurvey.co.id, JAKARTA – PT Timah Tbk menuding sejumlah perusahaan cangkang hingga perusahaan metalurgi swasta menggunakan sumber daya timah milik penambang ilegal dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik mereka.
Hal itu diungkapkan Beneficial Owner atau Pemilik PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan saat hadir sebagai saksi dalam sidang tipikor bisnis timah di Pengadilan Jakarta, Jumat (11/1/2024).
Ketua CV Venus Inti Perkasa (VIP) Tamron Alias Aon, Direktur Utama CV VIP Hasan Tjie, Komisaris VIP VIP Kwang Yung AliasBuyung dan Manajer Operasional CV VIP Achmad Albani duduk sebagai terdakwa di sini adalah ujiannya.
Pengetahuan Suwit pertama kali diketahui Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan mendirikan perusahaan boneka yang terafiliasi dengan PT SIP.
“Saya tanya lagi, Anda rekanan kontrak di PT Standindo. Kalau terkait Standindo atau perusahaan yang membuat mobil kontrak, waktu itu siapa? Apakah Anda ada saat itu?”
Menanggapi pertanyaan jaksa, Suwito mengaku awalnya tidak yakin dengan pendirian perusahaan boneka tersebut.
Namun setelah mempelajari dan bertanya kepada Direktur SIP, khususnya MB Gunawan, ia mengetahui awal mula CV atau rekanan yang memindahkan bijih timah.
Rupanya, kami disuruh membuat inisiatif untuk mengumpulkan pasir timah dari daerah tersebut, yang menurut PT Timah CV perlu untuk memungut pajak PPN dan PPH berdasarkan Pasal 23, kata Suwito.
Suwito mengatakan, ada dua perusahaan boneka yang terkait dengan PT SIP dan ditugaskan ke PT Timah Tbk.
Kedua perusahaan tersebut adalah CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada.
“Apakah itu pertanyaan PT Timah atau pertanyaan saksi waktu itu?”
“BJA kami tinggalkan atas perintah PT Timah. Rajawali dipercayakan kepada PT Timah,” jelas Suwito.
Suwito kemudian menjelaskan, kedua perusahaan cangkang tersebut diketahui mengambil minyak timah dari wilayah pertambangan ilegal milik PT Timah IUP.
Nantinya, jika timah sahabat itu didapat kembali, maka PT Timah sendiri yang akan membayar keuntungannya, yang selanjutnya disebut kompensasi.
“Yang bayar PT Timah itu kan?”
“PT Timah,” jawab Suwito.
Sebagai informasi, berdasarkan dakwaan jaksa, kerugian negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perkiraan tersebut berdasarkan laporan pemeriksaan penilaian kerugian keuangan negara dalam kasus timah dengan nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang diutarakan jaksa antara lain kerugian kerja sama penyewaan peralatan dan pembayaran logam timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkap kerugian negara akibat kerusakan lingkungan hidup mencapai 271 triliun. Pakar lingkungan mengevaluasinya.