Wartawan Tribune.com Fahmy Ramadhan melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Mantan Direktur Operasi (Dirop) PT Timah Tbk Alwin Albar disebut-sebut berada di balik penetapan harga sewa smelter antara PT Timah Tbk dengan 5 perusahaan swasta terkait kerja sama penyewaan peralatan logam TT.
Hal itu diungkapkan Mochter Riza Pahlavi Tabrani, mantan Direktur Utama PT Tima TB saat hadir sebagai saksi dalam kasus korupsi perdagangan timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (18/10/2024).
Tergugat dalam gugatannya adalah CV Venus Int Percasa (VIP) Tamron alias An, Direktur Utama CV VIPP Hasan TG dan mantan komisaris CV VIP Kwang Young alias Baing.
Informasi tersebut bermula saat pengacara (JPU) menanyakan perbedaan harga sewa antara PT Refined Banga Tin (RBT) yang diwakili Harvey Moise dengan 4 perusahaan peleburan lainnya.
Seperti diketahui, terdapat perbedaan tarif sewa antara RBT dengan 4 smelter lainnya yakni US$ 4.000 per ton dan US$ 3.700 per ton.
“Tadi juga sudah dijelaskan kalau harganya 4.000 versus 3.700, betul? Ada beda harga, pengacaranya siapa yang mengajukan?”
Dalam konteks itu, Riza menjelaskan, mantan Direktur Ropes, Alwin Alber, sempat berdiskusi dengan pihak smelter swasta terkait penetapan harga sewa saat itu.
Setelah mendapat laporan dari Alwin, Riza menyepakati harga sewa sebesar 4.000 USD dan 3.700 USD antara PT Tima dan Home Chula.
Ia mengatakan, “Proses negosiasi terus Pak Dirops laporkan kepada saya dan pertama kali dipaparkan di RBT 4000. Itu adalah proses negosiasi yang saya setujui dengan RBT.”
“Oke, bagaimana proses negosiasinya untuk smelter lain?”
Riza Pahlavi menjelaskan, Pak Dirops dari smelter tersebut melakukan negosiasi dan mendapat 3.700.
Kemudian pengacara yang tertarik itu kembali mengkaji pengetahuan Riza tentang perbedaan mendasar sewa nutrisi antara PT RBT dengan 4 smelter lainnya.
Riza mengaku belum mengetahui alasan perbedaan harga sewa tersebut.
Namun, kata dia, Alwin mengabarkan awalnya RBT menawarkan harga yang lebih tinggi dari harga yang akhirnya disepakati.
“Berapa harga awal 4.000 RBT dan 3.700?” tanya pengacara.
RBT awalnya menawarkan 4.300 kalau tidak salah, kata Riza.
Apa dasar dari 4.300?
Saya belum tahu detailnya Pak, pungkas Riza Pahlavi.
Soal harga sewa, sebelumnya diberitakan harga sewa smelter PT Tima TB untuk perusahaan yang diwakili Harvey Moise lebih mahal dibandingkan harga sewa empat smelter lainnya.
Direktur SDM PT Tima Tbk Eko Juniorto Saputro, mantan Direktur Utama PT Tima Mochter Riza Pahlavi Tabrani, mantan Direktur Keuangan PT Tima Emil Ermindra, dan Direktur Utama PT Stanindo Int menyampaikan hal tersebut sebagai saksi bagi para terdakwa. Perkasa MB Gunawan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (25/9/2024).
Informasi tersebut bermula saat jaksa menanyakan kepada Echo soal pengetahuannya mengenai dokumen kerja sama sewa smelter yang dibuat perusahaannya.
“Apakah Anda pernah membaca atau mendengar dokumen kerjasama Smelter?”
Echo menjawab, “Saya tahu dokumennya.
Echo kemudian menjelaskan, dalam dokumen tersebut terdapat biaya sewa alat peleburan atau alat pengolahan logam dari lima perusahaan swasta peleburan.
Diketahui, dalam konteks ini, PT Tima menjalin kerja sama dengan lima smelter antara lain PT RBT, PT Stanindo Int Percasa, PT Sariwiguna Jaijantosa, PT Tinindo Internusa, dan PT Venus Int Percasa.
Selanjutnya, PT Tima menyelidiki biaya perusahaan swasta yang menyetujui sewa alat penciuman tersebut.
Namun, saat itu Eco awalnya hanya mengetahui besaran biaya sewa smelter PT Timah untuk PT RBT.
“Saya tahu tentang dunia Arab,” jelas Echo.
“Apakah RBT khusus itu sudah diminta?”
Gema menjawab, ya.
Namun, setelah pengacara menyelidiki biaya perekrutan 4 perusahaan lainnya secara lebih mendalam, Eco akhirnya mengalah.
“Untuk 4 kompor lainnya?” tanya pengacara.
“Tarif untuk empat lainnya adalah $3.700 per metrik ton,” kata Eco.
Saat ditanya pengacara kenapa ada perbedaan harga di smelter, Echo mengaku tidak mengetahuinya.
Informasinya, berdasarkan aduan jaksa, kerugian keuangan negara akibat kesalahan penanganan kasus tersebut mencapai Rp300 triliun.
Perhitungan ini berdasarkan laporan pemeriksaan perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus timah: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tanggal 28 Mei
Kerugian negara yang dimaksud kuasa hukum antara lain kerugian akibat kerja sama penyewaan peralatan dan pembayaran penambangan timah.
Tak hanya itu, kerugian negara akibat kerusakan lingkungan tersebut mencapai Rp 271 triliun, kata pengacara. Hal ini telah diperhitungkan oleh para ahli lingkungan