Wartawan geosurvey.co.id, Aisyah Nursyamsi melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Virus Marburg kembali muncul.
Kini kasus tersebut telah dilaporkan di Rwanda, di Afrika. Diketahui 26 kasus positif Marburg, enam meninggal.
Penyakit Marburg memiliki angka kematian yang sangat tinggi hingga 88 persen.
Jadi apa itu penyakit Marburg? Ahli epidemiologi dari Griffith University di Australia pun memberikan penjelasannya.
Virus Marburg dikenal sebagai virus Marburg.
“Virus Marburg ini virus baru dari famili Filoviridae (salah satunya) Ebola. Jadi kalau masuk golongan Filoviridae, keadaannya berbahaya,” kata Dicky kepada Tribunnews, Senin (30/9/2024). ).
Virus yang termasuk dalam famili filoviridae ini diketahui menyebabkan penyakit dengan tingkat kematian atau tingkat keparahan yang tinggi. Dengan penyakit Marburg.
Angka kematian penyakit Marburg terendah adalah 25 persen. Saat ini angka tertinggi adalah 88 persen.
Dicky menjelaskan, virus Marburg tidak diketahui.
Virus Marburg sudah dikenal sejak tahun 1967 dan saat itu sedang terjadi wabah di Jerman dan Siberia.
“Di Afrika sendiri, karena kurangnya informasi, informasinya bertahun-tahun tidak diketahui, kami tidak tahu.
* Penularan virus Marburg
Dicky juga menjelaskan, virus Marburg bisa menular ke 2-3 orang lainnya jika tidak dilakukan tindakan.
Penyakit ini bisa menular melalui kontak langsung melalui cairan tubuh seseorang.
Seperti Ebola, penyakit ini dapat ditularkan melalui darah, urin, feses, keringat, dan muntahan.
Alternatifnya, penyakit ini dapat ditularkan melalui kulit atau benda yang terkontaminasi cairan tubuh penderita.
Penyakit ini bisa menular dari hewan ke manusia. Kelelawar buah diketahui sebagai inang alami virus Marburg.
Penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak dengan hewan lain yang terinfeksi, paling sering adalah monyet.
Mengingat angka kematian akibat penyakit ini sangat tinggi, maka isolasi pelayanan kesehatan sebaiknya dilakukan pada situasi kritis.
Dari segi gejala, virus Marburg mirip dengan Ebola.
“Gejala MFD juga mirip dengan Ebola. Sakit kepala, demam tinggi, nyeri sendi, diare, dan muntah-muntah.
Secara umum, tidak ada pengobatan khusus untuk virus Marburg.
Perawatan saat ini bersifat suportif. Karena obatnya diberikan sesuai gejala yang diketahui.
“Jadi kalau air kurang, kasih cairan saja. Terapi simtomatis, kalau demam tinggi, kasih obat anti demam dan sebagainya. Ini akan memperbesar peluang kesembuhan,” jelasnya.
Saat ini Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO sedang melakukan penelitian mengenai antibodi eksperimental atau terapi antivirus.