geosurvey.co.id – Mesir dan Yordania menyatakan dukungan penuh dan solidaritasnya dengan Lebanon dalam proses perdamaian menghadapi serangan besar-besaran yang dilakukan Israel.
Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Mesir Badr Abdelatty dan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi saat menghadiri konferensi pers bersama di Kairo untuk membahas penghentian “agresi Israel di tiga front”.
“Kami mengutuk agresi Israel di Lebanon, kami mengutuk pemboman Israel di ibu kota Lebanon, kami mengutuk pembunuhan Israel terhadap warga Lebanon,” kata Safadi seperti dikutip Arab News.
Mesir dan Yordania telah menunjukkan dukungan di tengah ketegangan di Timur Tengah setelah Israel menargetkan permukiman sipil Lebanon dengan bom.
Israel berdalih serangan itu bertujuan memutus rantai militan Hizbullah di wilayah Balon.
Namun, akibat serangan itu, lebih dari 400.000 orang meninggalkan Lebanon menuju Suriah dalam dua minggu.
Bahkan, akibat serangan brutal Israel, banyak wilayah perbatasan Lebanon kini mengalami gelombang pengungsian secara besar-besaran.
Eksodus yang belum pernah terjadi sebelumnya ini merupakan perpindahan penduduk terbesar di kawasan ini sejak perang saudara di Suriah.
Selain itu, serangan Israel ke Lebanon juga menimbulkan lebih banyak korban jiwa, hingga saat ini jumlah korban sipil mencapai 2.000 orang, termasuk 127 anak-anak.
Hal ini membuat khawatir organisasi-organisasi kemanusiaan, termasuk Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR). Biarlah ada peringatan kemanusiaan yang akan terjadi di kedua sisi perbatasan.
“Kami melihat banyak pergerakan orang, dan situasinya semakin buruk,” kata juru bicara UNHCR di Beirut.
“Keluarga-keluarga ini tidak hanya melarikan diri dari kekerasan, tetapi juga kemiskinan ekstrem, dan kami menyerukan komunitas internasional untuk campur tangan dan memberikan bantuan mendesak,” seraya menambahkan bahwa Israel ingin mengubah Lebanon menjadi Gaza 2.
Untuk mengancam mundurnya Hizbullah, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu baru-baru ini mengancam Lebanon untuk bersiap menghadapi kehancuran “seperti Gaza.”
Netanyahu menyampaikan pidato ini dalam pesan video yang ditujukan kepada rakyat Lebanon.
“Anda mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan Lebanon sebelum terjerumus ke dalam jurang perang panjang yang akan menyebabkan kehancuran dan penderitaan seperti yang kita lihat di Gaza,” kata Netanyahu dalam pidatonya, dikutip Al Jazeera.
Peringatan keras Netanyahu datang saat militer Israel masih mengerahkan pasukan ke Lebanon melalui Angkatan Darat ke-4 miliknya.
Di sisi lain, kelompok Hamas di Jalur Gaza dan kelompok Hizbullah di Lebanon semuanya berjanji tidak akan mengendurkan perlawanannya terhadap Israel.
Wakil ketua Hizbullah, Naim Qassem, juga menekankan bahwa pasukannya tidak akan mengusir Israel. Produksi minyak dunia terancam
Di tengah ketegangan konflik, produsen minyak di Teluk Arab kini panik setelah Israel mengancam akan memperluas serangannya dengan menyasar industri minyak Iran.
Serangan itu terjadi sebagai respons terhadap serangan rudal Teheran.
Investor khawatir jika perang regional terjadi akan mengganggu pasokan minyak mentah Timur Tengah.
Hal ini dikarenakan Iran merupakan anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang memproduksi minyak utama di kawasan dengan jumlah produksi minyak mentah sekitar 4,0 juta barel/hari.
Tak berhenti sampai disitu, konflik yang semakin meningkat di Timur Tengah juga membuat Selat Hormuz, jalur minyak terpenting dunia, kembali menjadi sorotan dunia.
Selat Hormuz, yang dikenal sebagai jalur pelayaran minyak utama, merupakan jalur strategis yang menghubungkan produsen minyak mentah di Timur Tengah dengan pasar-pasar utama di seluruh dunia.
“Skenario terburuknya adalah jika Israel menyerang Iran [dan] Iran melambat atau mungkin mencoba memblokir Selat Hormuz,” kata Alan Gelder, analis energi di Wood Mackenzie.
Alasan ini mendorong investor untuk wait and see hingga harga minyak dunia naik.
Analis dari Capital Economic Consultants memperkirakan harga minyak dunia bisa naik hampir 100 dolar AS per barel jika perang antara Iran dan Israel terus berlanjut.
Ini merupakan ancaman paling signifikan terhadap pasokan minyak sejak invasi Rusia ke Ukraina.
(geosurvey.co.id/ Namira Yunia)