Dilansir reporter geosurvey.co.id Lita Febriani
geosurvey.co.id, JAKARTA – Sebagai negara tropis dengan musim hujan dan kemarau, Indonesia mampu menghasilkan produksi singkong, jagung, ubi jalar, dan tebu dalam jumlah besar.
Tanaman-tanaman tersebut di atas juga dapat memiliki nilai ekonomi yang tinggi jika diolah menjadi bahan bakar alternatif seperti bioetanol. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kapasitas produksi bioetanol mencapai 40.000 kiloliter (KL) per tahun.
Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, jika 5% bioetanol dicampurkan ke bahan bakar, dibutuhkan 2 juta liter etanol per tahun. Bahan bakar ini disebut E5.
Industri otomotif yang mengkonsumsi bahan bakar dalam jumlah besar juga mulai menciptakan model yang dapat menyerap bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan.
Toyota Indonesia sendiri juga telah memproduksi model Flexy Engine yang mampu mengonsumsi biofuel 100 atau E100, antara lain Fortuner FFV (Flexible Fuel Vehicle) dan Kijang Innova Hybrid Bioetanol.
Kalau kita sudah punya produknya. Toyota sendiri sudah menyiapkan mesinnya dan sudah punya Fortuner dan Innova, bisa pakai bioetanol 100 atau E100. Kalau Fortuner E100, Innova Hybrid E85, kata Chairman PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Nandi Julianto, Rabu (30 Oktober 2024).
Nandi mengatakan, pihaknya kini bermitra dengan Pertamina untuk menyediakan bahan bakar bioetanol di berbagai SPBU.
“Saat ini pertamina 5% etanol disuplai di 60 SPBU di Jakarta dan Jawa,” ujarnya. Akan sangat bagus jika jaringan Pertamina diperluas hingga 5%.”
Saat ini perusahaan bioetanol masih mengandalkan pemasaran di luar negeri. Banyak produk bioetanol yang diproduksi di Indonesia telah diekspor ke Brazil dan Argentina dalam beberapa tahun terakhir.
Untuk mengembangkan bioetanol dan menyerapnya ke pasar dalam negeri, Toyota ingin Pemerintah mulai mengembangkan kebijakan yang tepat.
Setelah keberhasilan pemanfaatan biodiesel yang sudah mencapai B35, bioetanol juga perlu dikelola secara tepat sasaran.
Nandy menambahkan: “Kebijakan tata kelola, ada kewenangan yang jelas, seperti halnya kita memproduksi biodiesel, kita memiliki kewenangan yang jelas, diskusi dengan industri, akademisi kemudian kita evaluasi, uji, dan akhirnya implementasi.”