Reporter Tribunnews Mario Christian Sumpow melaporkan
geosurvey.co.id, JAKARTA – Dua warga negara Indonesia, Raymond Kamil dan Indira Siahputra, memeriksa sederet berkas di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam agenda pemeriksaan pendahuluan, Senin (21/10/2024).
Pada dasarnya mereka menuntut agar masyarakat tidak bebas menjalankan agama dan keyakinannya.
Dalam permohonannya, Raymond dan Indra menjelaskan para pemohon merasa risih karena ketentuan hukum yang mereka upayakan mengharuskan mereka menganut agama atau kepercayaan tertentu.
Di satu sisi, agama dan kepercayaan hanya terbatas pada Islam, Hindu, Budha, Katolik, Kristen, dan Konghucu. Termasuk dalam kategori “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
“Pengadopsian agama dan/atau keyakinan tertentu, salah satu dari tujuh pilihan yang ada, bertentangan dengan hati nurani dan pendapat, keyakinan dan hak asasi manusia serta merugikan hak konstitusional para pemohon,” kutip isi surat permohonan. Kepatuhan. mkri.id.
Lebih jauh lagi, mereka menekankan bahwa adalah tindakan diskriminatif jika mengelompokkan semua penganut agama ke dalam satu kategori “kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Penerapannya menjelaskan bahwa “tauhid” bersifat spesies dan enam agama lainnya merupakan kategori.
Oleh karena itu, jelas diskriminasi terjadi karena negara memperlakukan hal yang sama secara berbeda dan tidak menghormati perbedaan karakteristik enam pilihan agama lainnya.
Diskriminasi ini juga terlihat pada kolom agama yang harus diisi pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluar (KTP).
Khusus bagi mereka yang menganut agama lain selain enam agama tersebut, termasuk namun tidak terbatas pada atheisme, agnostisisme, panteisme dan lain-lain, jelas surat lamaran tersebut.
Hukum diuji:
– Pasal 22 UU. Pasal 39 UU HAM Tahun 1999, Pasal 61(1) dan Pasal 64(1). 23 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kependudukan. 24 Tahun 2013 tentang perubahan undang-undang. 23 Desember 2006 tentang Pengelolaan Kependudukan; – Pasal 2 ayat 1 angka 1 UU Perkawinan hasil amandemen tahun 1974. 16 Tahun 2019 tentang perubahan undang-undang. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; – Ayat (1) dan (2) Pasal 12 dan Pasal 37. Pasal 20 Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003; – Pasal 302 (1) ayat. 2023 tentang KUHP.