Laporan jurnalis Rahmat W Nugraha dari geosurvey.co.id
geosurvey.co.id, JAKARTA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan pemerintahan baru harus segera mengambil langkah efektif untuk membela hak asasi manusia di Tanah Air.
Tak hanya itu, ia berharap pemerintahan Prabowo juga bisa mengoreksi kebijakan pemerintahan sebelumnya.
Serta menjamin tanggung jawab negara atas setiap pelanggaran HAM yang terjadi.
Sejauh ini, kata Usman, pemerintahan Jokowi gencar menjalankan agenda pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi.
Namun, ia mengatakan pembangunan infrastruktur dibayangi oleh pola pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
Prabowo-Gibran diketahui akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober 2024.
Keduanya akan menggantikan pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.
“Pelanggaran-pelanggaran tersebut, mulai dari penindasan terhadap kebebasan berekspresi, penghapusan hak-hak masyarakat adat, perusakan lingkungan hidup, meningkatnya konflik di Papua, hingga menguatnya budaya impunitas, merupakan ciri-ciri menonjol dari tindakan pemerintah. tindakan. pelanggaran jangka panjang terhadap kewajiban internasional dan hak asasi manusia Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam keterangan tertulisnya kepada geosurvey.co.id, Jumat (18/10/2024).
“Pemerintahan baru harus menjadikan penghentian pelanggaran hak asasi manusia sebagai prioritas utama. “Pada saat yang sama, pastikan terciptanya ruang-ruang agar warga negara dapat berekspresi secara inklusif dan berpartisipasi dalam urusan kebijakan publik,” lanjutnya.
Antara Januari 2019 hingga Oktober 2024, Amnesty International Indonesia mencatat setidaknya 454 kasus penyerangan terhadap 1.262 pembela hak asasi manusia, termasuk aktivis masyarakat adat, jurnalis, dan aktivis lingkungan hidup.
Salah satu contoh yang paling menonjol adalah kekerasan terhadap protes damai dan perbedaan pendapat.
“Pemerintahan baru harus menyadari bahwa protes bukanlah ancaman bagi negara, namun merupakan bagian penting dari pelaksanaan hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai sebagaimana dijamin oleh konstitusi dan perjanjian hak asasi manusia internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia. ujar Usman Hamid.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) masih menjadi undang-undang bermasalah yang terus mengkriminalisasi pembela hak asasi manusia dan membungkam suara-suara kritis di Indonesia, meskipun telah direvisi sebanyak dua kali, pada tahun 2016 dan 2024.
Selama bertahun-tahun, undang-undang tersebut telah menjadi alat untuk meredam kritik terhadap pemerintah, membungkam hak kebebasan berpendapat, dan mengintimidasi pihak-pihak yang berupaya meminta pertanggungjawaban pihak berwenang atas pelanggaran hak asasi manusia.
Pembela hak asasi manusia sering menjadi sasaran kriminalisasi hanya karena mereka menyuarakan dugaan korupsi, kerusakan lingkungan, atau penyalahgunaan kekuasaan.
Sejak Januari 2019 hingga September 2024, Amnesty International Indonesia mencatat sedikitnya 521 kasus dengan 554 orang dijerat UU ITE atas tuduhan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian.
“Tindakan ini mengungkap penindasan dan impunitas yang mengakar di mana pemerintah tidak memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan menyampaikan keluhannya,” tegasnya.