geosurvey.co.id JAKARTA: Kompol Listyo Sigit Prabowo meminta Departemen Tindak Pidana Perempuan dan Anak (PPA) dan Tindak Pidana Perdagangan Manusia (TPPO) di Polri menindak tegas kasus-kasus publik.
Polri melihat banyak kesenjangan dalam kasus dan data yang dihimpun Komite Nasional Perempuan dan Anak.
Data Komnas Perempuan dan Anak menyebutkan 401.975 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 15.120 kasus kekerasan terhadap anak.
Hanya ada 105.475 kasus yang ditangani PPA dan Wakil Dirjen PPO.
Hal tersebut ditegaskan Komisaris Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dalam pidatonya tentang Kesadaran Pengarusutamaan Gender: Kesadaran Kesetaraan dalam Bertindak pada acara kebijakan di Jakarta Selatan, Selasa (17/12/24).
“Dalam lima tahun terakhir yang dikuasai PPA dan PPO hanya 105.475 dengan tingkat kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, kekerasan fisik dan kekerasan jalanan,” ujarnya.
Jenderal Sigit berharap, dengan adanya PPA dan PPO, penelitian tentang celah penanganan perkara dapat kembali dilakukan.
Tak bisa dimungkiri, persoalan perempuan dan anak masih sering dilakukan secara kekeluargaan.
“Saya tidak tahu harus kemana, karena mereka menikah sesuai adat di daerah masing-masing, karena terkadang aksi protes bisa diselesaikan dengan menikah,” jelasnya.
Komisaris Jenderal Polri menanyakan apakah korban sudah menikah dan masalah tersebut bisa diselesaikan.
Menurutnya, hal ini memerlukan penelitian.
Kombes Polri menambahkan, kekerasan harus diselesaikan dengan cara yang memberikan keadilan terhadap perempuan dan anak.
Tindakan tegas PPA dan PPO diharapkan dapat menurunkan tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Jenderal Sigit mengatakan, PPA dan PPO harus menjadi motivator perempuan dalam hal kesetaraan gender.
Hal ini diharapkan dapat meneguhkan kepemimpinan perempuan Indonesia sekaligus mendorong perempuan Indonesia mempunyai ruang dan kesempatan yang sama untuk berkarya membangun bangsa, ujarnya.
Jenderal Sigit menegaskan, PPA dan PPO harus menjadi garda terdepan dalam mendorong kesetaraan gender.
Selain itu, direktur harus melindungi martabat perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya.
Menurut Jenderal Sigit, PPA dan PPO hingga tingkat kepolisian harus memiliki visi dan cara rekonsiliasi yang sama.
Perlu adanya kerjasama antara Polri dengan kementerian dan lembaga terkait untuk mengintegrasikan pelayanan agar bisa lebih baik dan komprehensif dalam menerima laporan dan pengaduan, penegakan hukum, perlindungan dan pemulihan hak-hak perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya. Dengan hukum.
Keterangan Brigjen Desy Andriani
Kepala Badan Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (Dirtipid PPA-PPO) Mabes Polri Mayjen Desy Andriani mengatakan, pihaknya sudah mendapat instruksi dari Kapolri. Jenderal Listyo Sigit. Prabowo, untuk menjalankan fungsi advokasi dan asistensi dalam penyelesaian permasalahan di daerah.
Hal itu disampaikan dalam pelantikan Direktur PPO PPA di Jakarta Selatan, Selasa (17/12/2024).
Kedepannya kita bisa melihat kerja sama di tingkat Kompol di Bareskrim, PPA PPO, serta memberikan advokasi dan pendampingan ke daerah, kata Desy.
Jenderal Santibandit juga mendapat perintah dari Komjen Pol untuk segera menghasilkan data terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Maksudnya data Komjen Polisi tersebut sesuai dengan kementerian atau lembaga yang menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kapolri, kita memerlukan data yang terintegrasi dengan teknologi informasi karena perbedaan data yang digunakan akan mempengaruhi strategi yang akan diterapkan, ujarnya.
Kemudian menangani pembentukan unit PPA-PPO hingga tingkat Polda dan Polres.
Prosesnya saat ini sedang berjalan di Kementerian PAN-RB.
“Kita juga bisa mendengar bersama bahwa urgensi pembentukan Polri serta tingkat dan kelengkapan dokumennya juga akan segera diketahui,” kata Brigjen Desy (*).