geosurvey.co.id, JAKARTA – Terpidana mati kasus penyelundupan narkoba, Mary Jane Veloso, akan dipindahkan dari Indonesia ke negara asalnya, Filipina.
Kepindahan Mary Jane diperkirakan akan terjadi pada Desember 2024.
Ketua Satgas Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Dedi Edouard Eka Saputra membenarkan Mary Jane masih berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita IIB Yogyakarta.
Diketahui, pemerintah Indonesia telah menerima permintaan resmi dari pemerintah Filipina terkait pemindahan Mary Jane.
Proses transfer bisa dilakukan jika syarat yang ditetapkan pemerintah Indonesia terpenuhi.
Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra.
Ia menjelaskan, pemerintah Indonesia tidak membebaskan Mary Jane, melainkan mengembalikannya ke Filipina melalui kebijakan pemindahan tahanan.
Menanggapi pernyataan Presiden Filipina Ferdinand R. Marcos Jr Yusril mengatakan tidak ada kata “bebas” dalam pernyataan tersebut.
“Tidak ada kata bebas dalam pernyataan Presiden Marcos. “Bawa dia kembali ke Filipina,” maksudnya bawa dia kembali ke Filipina,” kata Yusril.
Yusril menyebutkan sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh negara-negara yang mengajukan pemindahan tahanan atau pemindahan tahanan.
Pertama, mengakui dan menghormati keputusan akhir pengadilan Indonesia yang menghukum warga negaranya yang terbukti melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia.
Kedua, narapidana akan dikembalikan ke negara asal untuk menjalani sisa hukuman di sana sesuai keputusan pengadilan Indonesia.
Ketiga, biaya transit dan keamanan selama perjalanan akan ditanggung oleh negara masing-masing.
“Setelah dia kembali ke negaranya dan menjalani hukuman di sana, kewenangan untuk melatih narapidana tersebut berpindah ke negaranya,” kata Yusril.
Soal pemberian belas kasihan berupa grasi, grasi dan sejenisnya, Yusril mengatakan itu merupakan hak prerogratif kepala negara yang bersangkutan.
“Dalam kasus Mary Jane yang divonis mati di Indonesia, ada kemungkinan Presiden Marcos bisa mengampuninya dan mengubah hukumannya menjadi penjara seumur hidup, karena hukuman mati sudah dihapuskan dalam KUHP Filipina, karena ini adalah hukuman mati. melangkah. itu kewenangan penuh Presiden Filipina,” kata Yusril.
Yusril mengatakan, Presiden ketujuh RI, Joko Widodo (Jokowi), menolak permohonan grasi Mary Jane yang diajukan perorangan dan diajukan pemerintah Filipina beberapa tahun lalu.
“Presiden kita sudah lama konsisten tidak memberikan pengampunan kepada pelaku kasus narkotika,” kata Yusril.
Yusril mengungkapkan, beberapa hari lalu dirinya menerima permintaan pemindahan narapidana Mary Jane dari Menteri Kehakiman Filipina, Jesus Crispin Remula.
Pembicaraan juga dilakukan dengan Duta Besar Filipina di Jakarta, Gina A. Jamoralin.
“Semuanya kita bahas di kementerian di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Kumham dan Imipas dan menginformasikan kepada Presiden Prabovo yang mengambil kebijakan pemindahan narapidana,” kata Yusril.
Selain Filipina, Yusril mengatakan ada negara yang mengusulkan pemindahan tahanan, yakni Australia dan Prancis.
Mary Jane Steele ditahan di Yogyakarta
Mary Jane Fiesta Veloso dipastikan masih berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita IIB Yogyakarta.
Pernyataan tersebut disampaikan pada Rabu (20/11/2024) oleh Ketua Pokja Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Dedi Edouard Eka Saputra.
DJPA menanggapi kabar Presiden Filipina Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr melalui akun Instagram resminya pada Rabu (20/11/2024), bahwa Indonesia telah membebaskan terpidana Mary Jane.
Dirjen Pemasyarakatan membenarkan bahwa terpidana mati Mary Jane Veloso saat ini sedang menjalani hukuman dan mengikuti kegiatan pembinaan di Lapas Wanita Kelas IIB Yogyakarta, ujarnya, dalam keterangan tertulis yang disampaikan Tim Humas Kelas II Yogyakarta. Penjara Wanita, Rabu (20/11/2024) dikutip Tribun Jogja (Tribune Network).
Dedi menjelaskan, Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, melakukan pertemuan dengan Duta Besar Filipina untuk Indonesia, Gina Alagon Jamoralin pada 11 November.
Menurutnya, salah satu isi pertemuan tersebut adalah membahas mencari solusi permasalahan hukum Mary Jane terkait hukuman mati.
“Pemerintah Indonesia mengapresiasi permintaan pemerintah Filipina untuk mengalihkan masa hukuman Mary Jane Veloso ke Filipina, namun hal ini harus dibicarakan dengan berbagai pihak terkait seperti Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, dll,” ujarnya.
Dedi mengatakan, saat ini para pihak harus merumuskan kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan tahanan asing di Indonesia, seperti melalui perundingan bilateral atau penyerahan tahanan (prisoner transfer) atau pengembalian tahanan (prisoner exchange).
Menurutnya, Indonesia mengambil kebijakan pemindahan tahanan, bukan pertukaran tahanan, berdasarkan permintaan negara tersebut.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai pembebasan dan/atau pemulangan Mary Jane Veloso ke Filipina, ujarnya.
Lapas Kelas II B Yogyakarta juga menyatakan belum ada instruksi atau informasi terkait pembebasan MJV dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Dirjen Kehakiman, Kedutaan Besar Filipina, dan Kejaksaan Agung Yogyakarta yang mempunyai kewenangan penuh akibat eksekusi Maria. . Jane Veloso (MVJ).
Penjara tersebut hanya diyakini sampai bukti lebih lanjut dikuatkan oleh Jaksa.
Lebih lanjut, kondisi MJV saat ini dikatakan sehat dan masih melakukan aktivitas seperti biasa. PERAYAAN PICTURE DAY: Narapidana narkoba Mary Jane mengenakan kebaya saat perayaan Picture Day di Lapas Wirogunan, Yogyakarta, Selasa (21 April 2015). (TribunJogja.com/Bramasto Adhy)
Situasi Mary Jane
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta Agung Rektono Seto memastikan Mary Jane Veloso, terpidana mati asal Filipina dalam kasus penyelundupan narkoba, belum dibebaskan.
“Hari ini Rabu 20 November 2024 saya laporkan bahwa Mary Jane Veloso saat ini dalam keadaan sehat di Lapas Wanita Yogyakarta Wonosari Gunungkidul,” kata Agung.
Agung memastikan Mary Jane masih berstatus tahanan yang dititipkan ke Kejaksaan.
“Orang tersebut masih menjadi narapidana di Lapas Wanita Yogyakarta dan belum atau belum dibebaskan,” ujarnya.
Terkait isu yang beredar, Agung menjelaskan, pihaknya belum menerima informasi apapun dari Kejaksaan maupun Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Koordinasi dengan Kejaksaan akan dilakukan jika ada perkembangan.
“Saat ini kami belum menerima data atau informasi apapun mengenai pertemuan atau keputusan baru terkait status hukumnya. Oleh karena itu, kami hanya menjalankan tugas sebagai tempat penyimpanan tahanan, ujarnya.
Agung pun memastikan belum ada rencana pemindahan Mary Jane ke penjara lain.
“Belum ada rencana, orang itu masih di Lapas Wanita Yogyakarta,” ujarnya.
Presiden Marcos: Terima kasih Indonesia
Dihukum mati dalam kasus penyelundupan heroin dari Filipina, Mary Jane akhirnya bebas dari penjara di Indonesia dan bisa kembali ke negaranya.
Kabar ini diumumkan langsung oleh Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr. Melalui akun Instagram pribadinya @bongbongmarcos, Rabu (20/11/2024).
“Mary Jane Veloso akan pulang,” kata Presiden Marcos.
Ia mengatakan upaya pembebasan Mary Jane Veloso dari hukumannya di Indonesia merupakan perjalanan yang panjang dan sulit.
Warga negara Filipina ini ditangkap oleh penegak hukum Indonesia pada tahun 2010 setelah tertangkap menyelundupkan heroin dan kemudian dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan.
Setelah lebih dari satu dekade melakukan diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia, pemerintah Filipina mampu menunda eksekusinya cukup lama hingga mencapai kesepakatan yang pada akhirnya membawanya pulang ke Filipina.
Presiden Marcos juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto dan pemerintah Indonesia.
“Ini merupakan cerminan mendalamnya kemitraan negara kita dengan Indonesia,” ujarnya.
Presiden Marcos menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto dan seluruh jajaran pemerintahan Indonesia atas “niat baik” mereka.
“Hasil ini mencerminkan kedalaman kemitraan negara kita dengan Indonesia – bersatu dalam komitmen bersama terhadap keadilan dan kasih sayang,” katanya.
“Terima kasih Indonesia. Kami menantikan kedatangan Mary Jane di Filipina,” kata Presiden Marcos.
Ibu Mary Jane memilih memenjarakan anaknya di Indonesia
Ibu Mary Jane mengatakan putrinya mungkin tidak aman jika kembali ke Filipina.
Celia, ibu Mary Jane, menanggapi pengumuman Presiden Ferdinand Marcos Jr. bahwa putrinya akan pulang ke Filipina setelah 14 tahun mendekam di penjara Indonesia.
Mary Jane dari Filipina ditangkap di Bandara Internasional Adisucito di Yogyakarta, Indonesia pada 25 April 2010 karena memiliki 2,6 kilogram heroin.
Saat itu, ia mengaku tidak mengetahui isi tasnya karena hanya diberikan oleh seseorang bernama Julius Lacanilao dan Maria Cristina Sergio yang diduga sebagai pengedar narkoba.
Dia dijatuhi hukuman mati hanya enam bulan setelah penangkapannya.
Namun, hukuman matinya ditangguhkan dan diumumkan bahwa dia akan kembali ke Filipina.
Indonesia dan Filipina telah sepakat untuk mengembalikan Mary Jane ke Filipina, namun tidak jelas apakah dia akan tetap dipenjara setelah kembali.
Bagi Celia, lebih baik putrinya ditahan di Indonesia dibandingkan dipenjara di Filipina.
“Sama halnya, memikirkan Mary Jane di ikukulong din po, karettuhin ko po sa Indonesia siya nakakulong,” kata Celia seperti dikutip media Filipina Inquirer.net.
Artinya: Bagi saya, bagi keluarga kami, jika Mary Jane dibawa pulang saat dia masih di penjara, saya ingin dia tetap berada di penjara di Indonesia.
Dia kemudian menjelaskan “Dakhil mas sef po ang kabun namin dahil jezata namin an trato di Mary Jane talagang mahal na mahal nila. Eh juga di Pilipina, nama Syndicato dan Calaban bisa internasional dan internasional.’
Artinya: Karena kami merasa lebih aman karena melihat bagaimana mereka memperlakukan Mary Jane yang sangat mereka sayangi. Namun di Filipina kami tidak yakin karena kami menentang serikat pekerja internasional.
Kisah Mary Jane yang hampir terbunuh
Berikut kisah jaksa hukuman mati kasus penyelundupan narkoba asal Filipina, Mary Jane Veloso yang nyaris dieksekusi.
Mary Jane diketahui mendekam di penjara Indonesia sejak 2010.
Kabar kepulangan Mary Jane diumumkan langsung oleh Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr di akun media sosial Instagram miliknya pada Rabu (20/11/2024).
“Setelah lebih dari sepuluh tahun melakukan diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia, kami mampu menunda eksekusi cukup lama hingga akhirnya mencapai kesepakatan untuk mengembalikannya ke Filipina,” tulis Marcos di akun Instagram-nya.
Ia mengatakan, bebasnya Mary Jane dari hukuman mati merupakan cerminan hubungan Indonesia dan Filipina. Ia mengatakan Indonesia dan Filipina bersatu dalam komitmen mereka terhadap keadilan dan kasih sayang.
Bongbong menyadari bahwa Mary Jane memang bersalah berdasarkan aturan yang ada di Indonesia.
Tapi, kata dia, Mary Jane juga menjadi korban dari lingkungannya di Filipina.
Kisah Mary Jane menyentuh banyak orang: seorang ibu yang terjebak dalam kemiskinan yang membuat pilihan putus asa yang mengubah jalan hidupnya. Meskipun dia bertanggung jawab berdasarkan hukum Indonesia, dia adalah korban dari keadaannya,” kata Bongbong.
Ia bersyukur diplomasi berhasil menunda kematian Mary Jane yang ditangkap pada 2010. Ia mengatakan Filipina siap menyambut Mary Jane.
“Setelah lebih dari satu dekade melakukan diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia, kami dapat menunda eksekusi cukup lama hingga mencapai kesepakatan yang akhirnya dapat membawanya kembali ke Filipina,” kata Bongbong.
Memulai sebuah kasus
Kasus narkoba Mary Jane bermula saat ia tertangkap di Bandara Adi Suchipto, DI Yogyakarta pada 25 April 2010.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 7 April 2021, niat Mary Jane berangkat ke Yogyakarta untuk mencari pekerjaan yang dijanjikan rekannya bernama Christine atau Christina.
Sebelum terbang ke Yogyakarta, Mary Jane terlebih dahulu membeli koper bersama rekannya dan menerima US$500.
Namun sesampainya di Bandara Addi Sucipto, Mary Jane merasa kopernya berat padahal ia tahu tidak ada apa-apa di dalamnya, sayangnya setelah sampai di bagian pemindaian, petugas pelabuhan menemukan 2,6 kilogram heroin terbungkus alumunium foil.
Tidak dapat membela diri karena dia hanya berbicara bahasa Tagalog, yang mengakibatkan hukuman mati, Mary Jane diinterogasi oleh polisi setelah heroin ditemukan.
Namun, kuasa hukum Mary Jane, Agus Salim, mengatakan Mary Jane tidak bisa membela diri karena hanya tahu bahasa Tagalog.
Setelah itu, saat diperiksa, Agus Salim mengatakan kliennya tidak diberikan pengacara atau penerjemah.
Tak berhenti sampai disitu, saat persidangan berlangsung, Mary Jane hanya diberikan penerjemah tanpa izin.
Diduga hal inilah yang menyebabkan hakim menjatuhkan hukuman mati pada Mary Jane yang lebih berat dari tuntutan jaksa yakni penjara seumur hidup.
Usai menjalani hukuman, Mary Jane menjadi narapidana di Lapas Wanita Kelas II A Yogyakarta dan dipindahkan ke Lapas Kelas II B B Yogyakarta di Gunungkidul, Yogyakarta.
Mereka minta ampun, SBY dan Jokowi menolaknya
Pada Agustus 2011, Benigno S Aquino III, Presiden Filipina saat itu, mengajukan permohonan grasi Mary Jane kepada Presiden Republik Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Namun pengampunan tersebut tidak dipenuhi karena pada saat itu Indonesia mempunyai moratorium eksekusi.
Kemudian, saat Joko Widodo (Yokowi) dilantik menjadi Presiden RI ke-7, ia mengeluarkan kebijakan menolak segala pengampunan bagi pelaku narkoba.
Kebijakan ini dikeluarkan karena saat itu Indonesia sedang dinyatakan krisis narkoba.
Alhasil, permohonan grasi Mary Jane pada Januari 2015 seharusnya ditolak.
Hukuman mati ditangguhkan pada tahun 2015 karena penangkapan majikannya oleh polisi Filipina. Pada tahun 2015, beredar rumor bahwa Mary Jane akan dieksekusi di Nusakambangan, Chilacap.
Namun di menit-menit terakhir, eksekusi Mary Jane ditunda karena permintaan Presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino.
Pasalnya, ada informasi bahwa obat-obatan yang ada di dompet Mary Jane bukan miliknya.
Maka tersiar kabar bahwa Mary Jane digunakan sebagai kurir narkoba.
Akhirnya pemerintah Indonesia memutuskan untuk menunda eksekusi Mary Jane pada 29 April 2015.
Jaksa Agung saat itu, H.M. Prasetjo membenarkan, ada indikasi Mary Jane bukan kurir narkoba dan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Informasi ini terungkap setelah pemerintah Filipina meminta kesaksian Mary Jane, setelah perekrutnya Cristina menyerahkan diri kepada polisi Filipina sehari sebelum eksekusi Mary Jane.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra sedang mempertimbangkan opsi pemindahan narapidana ke tahanan asing atau pemindahan narapidana.
Dikutip Kompas.com, Yusril mengatakan pemindahan tahanan asing itu diubah atas permintaan pemerintah negara asal.
Ia juga mengungkapkan, keputusan ini merupakan persiapan politik pertama untuk menyelesaikan permasalahan narapidana asing di Indonesia.
“Dan kami sedang dalam proses merumuskan kebijakan untuk mengatasi permasalahan tahanan asing di negara kita, baik melalui perundingan bilateral maupun melalui perumusan kebijakan yang bisa kita ikuti dalam istilah yang dalam bahasa Inggris disebut dengan perpindahan tahanan,” Yusril ungkapnya dalam keterangan tertulis saat bertemu dengan Duta Besar Filipina, Gina Alagon Jamoralin, Senin (11/11/2024).
Setelah hukuman mati Mary Jane dibatalkan, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Indonesia.
Terungkap bahwa upaya pemulihan Mary Jane merupakan perjalanan yang panjang dan sulit.
“Setelah lebih dari sepuluh tahun melakukan diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia, kami berhasil menunda eksekusinya. Butuh waktu lama untuk mencapai kesepakatan dan akhirnya (kami akan) membawanya kembali ke Filipina,” kata Marcos Jr.
“Hasil ini merupakan cerminan kedalaman kemitraan negara kita dengan Indonesia, yang bersatu dalam komitmen bersama terhadap keadilan dan kasih sayang,” jelasnya (Jaringan Pengadilan).