geosurvey.co.id – Amblyopia atau yang dikenal dengan istilah mata malas merupakan salah satu penyebab hilangnya penglihatan.
Menurut zdravegeriku.kemkes.go.id, jika tidak ditangani sejak dini, kondisi ini bisa berdampak buruk pada penglihatan, seperti kebutaan di usia dewasa.
Dokter spesialis mata dari Rumah Sakit Mata Cicendo, Feti Karfiati Memed menjelaskan, ambliopia atau mata malas merupakan penurunan perkembangan penglihatan yang terjadi ketika otak tidak menerima rangsangan normal dari mata.
“Hanya anak-anak yang bisa mengalami ambliopia. Jika tidak ditangani pada masa kanak-kanak, akan mengakibatkan hilangnya penglihatan secara permanen,” kata dr Feti dalam konferensi pers dalam rangka Hari Penglihatan Sedunia, Senin (7 Oktober 2024).
Fetti mengatakan penyebab paling umum dari kehilangan penglihatan pada orang dewasa antara usia 20 dan 70 tahun adalah ambliopia yang tidak ditangani dengan baik pada masa kanak-kanak.
Diketahui bahwa ambliopia seringkali disebabkan oleh kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, strabismus atau mata juling, serta kelainan mata seperti katarak.
Pemeriksaan mata pada usia sekolah sebenarnya mungkin terlambat karena ambliopia sulit disembuhkan setelah usia 5 tahun.
Selain itu, kehilangan penglihatan permanen mungkin mulai terjadi jika pengobatan dimulai setelah usia 8 hingga 10 tahun.
Anak yang berisiko terkena ambliopia antara lain anak yang memiliki riwayat keluarga strabismus atau mata juling, mata malas, atau memakai kacamata sejak kecil.
Riwayat kesehatan, seperti kelahiran prematur, keterlambatan perkembangan, dan diabetes, juga dapat meningkatkan risiko ambliopia.
Tak hanya itu, riwayat gangguan mata seperti mata juling, sobek, ptosis, dan pandangan kabur juga patut diperhatikan.
Untuk mengetahui riwayat kesehatan Anda, termasuk masalah mata keluarga, diperlukan pemeriksaan atau pemeriksaan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan, sebagian pembiayaan kesehatan untuk penyakit ambliopia atau kasus lainnya pada anak akan ditanggung oleh BPJS jika terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Berikut beberapa ulasan atau penilaian yang dapat dilakukan:
– Skrining bayi baru lahir sebaiknya dilakukan pada usia sekitar 35 bulan atau 0 hingga 2 tahun.
Lalu periksa penglihatan apakah ada gerakan mata atau nistagmus, apakah mata tidak diam, bergerak, lalu bagaimana posisi bola mata, apakah ada kilatan dan reflek pada kornea dan kelopak mata untuk melihat apakah ada yang menyipitkan mata atau tidak. ,” kata Dr..
– Skrining selanjutnya dilakukan pada usia 36 sampai 47 bulan yaitu sekitar 3 sampai 4 tahun.
Pada usia ini, anak seharusnya sudah bisa mengukur ketajaman penglihatan dan mampu mengidentifikasi sebagian besar optotipe pada garis 20/50 di setiap mata.
Pemeriksaan dilakukan pada jarak 10 kaki atau 3 meter, dan mata yang tidak diperiksa harus ditutup rapat.
– Skrining selanjutnya dilakukan saat anak menginjak usia 60 bulan atau 5 tahun.
Seorang anak diharapkan dapat mengidentifikasi sebagian besar optotipe pada 20/30 baris di setiap mata, dan direkomendasikan untuk melakukan skrining ulang setiap tahun.
(geosurvey.co.id/Latifah)