geosurvey.co.id – Yunani dikabarkan berencana mengirim sistem pertahanan udara S-300 buatan Rusia dan Patriot Amerika Serikat (AS) ke Ukraina.
Namun rumor tersebut dibantah oleh juru bicara pemerintah Yunani Pavlos Marinakis.
“Tidak ada rencana seperti itu, saya menyangkal sepenuhnya,” kata Marinakis, Senin pagi (12/12/2024), seperti dikutip Tor Vima.
Awal tahun ini, ada kabar bahwa Yunani setuju mengirim S-300 ke Ukraina.
Menurut Eurasian Times, Yunani memiliki S-300, meskipun negara tersebut adalah anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), bukan bekas Uni Soviet.
Ukraina, sebagai negara bekas Uni Soviet, memiliki S-300P dalam jumlah besar. Namun, beberapa di antaranya hancur akibat serangan Rusia.
Sebenarnya ada laporan bahwa Ukraina kehabisan rudal S-300.
Pada bulan Februari 2023, sebuah dokumen bocor dari Departemen Pertahanan AS yang menyatakan bahwa persediaan rudal S-300 akan “habis” pada awal Mei.
Sementara itu, beberapa hari lalu muncul kabar bahwa Yunani belum mengirimkan S-300 ke Ukraina. Sebagai imbalannya, Yunani akan mengirimkan sistem pertahanan ke Armenia.
Kabar tersebut muncul bersamaan dengan rumor bahwa Yunani berencana merakit sistem pertahanan udara berlapis baru dengan bantuan Israel.
Yunani akan mengirim S-300PMU dan Osa-AK dan Tor-M1 ke ibu kota Armenia, Yerevan, lapor Greek City Times.
Sebelumnya, Yunani ingin mengirim S-300 ke Ukraina, dan sebagai imbalannya menerima sistem pertahanan Patriot di Kreta.
Namun keinginan tersebut tidak terpenuhi karena kurangnya pasokan Patriot di negara-negara Barat.
Lebih lanjut, Ukraina dikabarkan mulai menunjukkan minat untuk mengakuisisi S-300 setelah menerima peralatan militer yang lebih canggih dari Barat. Mengapa Yunani memiliki S-300?
Negara ini membeli S-300 Yunani pada akhir tahun 1990an.
S-300 awalnya dipesan oleh Siprus, yang berkonflik dengan Turki dari tahun 1997 hingga 1998.
Turki mengancam akan menyerang Siprus jika Rusia tidak mengembalikan S-300.
Siprus tidak mau menuruti permintaan Türkiye, karena pembelian S-300 merupakan bagian dari upaya Siprus untuk mengembangkan sistem pertahanan udara.
Sebaliknya, Turki memasuki wilayah udara Siprus hampir setiap hari pada tahun 1995. Oleh karena itu, Siprus memerintahkan S-300 untuk melindungi kedaulatan udaranya.
Setelah S-300 diketahui diperoleh, Turki rupanya memesan rudal dari Israel yang bisa digunakan untuk menghancurkan S-300.
Khawatir akan ancaman Turki untuk menginvasi Yunani dalam konflik Siprus, negara-negara Barat mulai menyerukan penghentian pemasangan S-300 di Siprus.
Siprus sendiri telah menyatakan bahwa S-300 tidak akan dipasang jika Türkiye setuju untuk tidak melanggar kedaulatan udara Siprus mulai saat ini. Namun Turki menolaknya.
Kemudian, pada bulan Desember 1998, pemerintah Siprus memutuskan untuk memindahkan S-300 ke Kreta, Yunani, untuk menghindari risiko politik. Sebagai imbalannya, Siprus akan menerima senjata lain dari Yunani.
Siprus tidak bersikeras untuk mengakuisisi S-300 karena takut mengambil risiko dan membahayakan reputasi mereka dalam politik Eropa.
Pada tahun 2007, sistem pertahanan tersebut dijual secara permanen ke Yunani.
(Berita Tribune/Februari)