Laporan reporter geosurvey.co.id Namira Yunia
geosurvey.co.id, WASHINGTON – Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte memperingatkan pemimpin baru AS agar tidak mengulangi kesalahan yang meningkatkan ketegangan kedua negara, seperti yang terjadi pasca Perang Dunia Pertama.
Hal itu disampaikan Rutte dalam jumpa pers bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz di Berlin, Selasa (5/11/2024).
“Siapapun yang memenangkan pemilu, kami akan bekerja sama dengan Kamala Harris, kami akan bekerja sama dengan Donald Trump dan memastikan aliansi tetap bersatu,” kata Rutte, menurut Anadolu.
“Saya tidak ragu karena itu demi kepentingan kami. Oleh karena itu, kami meminta pemerintahan baru Amerika untuk tidak mengulangi kesalahan dengan menarik diri dari aliansi dengan Eropa setelah Perang Dunia Pertama, tambah Rutte.
Komentar pemimpin NATO itu muncul di tengah meningkatnya kekhawatiran di antara sekutu-sekutu Eropa mengenai kembalinya Trump ke Gedung Putih.
Pasalnya, Trump secara terbuka mengkritik NATO selama masa jabatannya. Trump menuduh sekutu-sekutu Barat enggan mengeluarkan lebih banyak uang untuk militer dan mengandalkan Amerika Serikat sebagai tameng pertahanan.
Menurut situs resmi NATO, pada tahun 2006 31 menteri pertahanan blok tersebut sepakat untuk mengalokasikan 2 persen dari produk domestik bruto (PDB) masing-masing negara untuk dukungan pertahanan.
Namun, karena pembayaran ini bersifat sukarela dan tidak ada denda jika tidak membayar, semua anggota tidak membayar biaya NATO dan tidak dicatat sebagai hutang kepada aliansi tersebut.
Sedangkan AS sendiri dikenal sebagai penyumbang operasi NATO terbesar.
Padahal, Negeri Paman Sam telah memberikan komitmen sekitar 860 miliar dolar AS atau sekitar 13,5 kuadriliun untuk mendukung kerja koalisi.
Hal ini membuat Donald Trump sangat marah sehingga dia mengancam akan mengakhiri bantuan kepada negara-negara NATO yang gagal membayar kewajiban mereka.
Tak hanya itu, Trump juga mengancam Rusia akan menghancurkan negara-negara NATO yang tidak membayar iuran tahunannya.
Pandangan Trump telah memicu ketegangan dengan para pemimpin Eropa, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai masa depan komitmen AS terhadap keamanan transatlantik jika Trump terpilih sebagai presiden AS berikutnya untuk masa jabatan 2025-2029.
Pemilihan presiden pertama di Amerika Serikat
Hasil survei sementara yang dilakukan Nate Silver dari FiveThirtyEight menunjukkan bahwa Kamala Harris berpeluang menang sebesar 50,015%, sedangkan Trump berpeluang 49,985%.
Hal itu berdasarkan 80.000 jajak pendapat yang dilakukan oleh Silver, yang menunjukkan hasil jajak pendapat tersebut sangat ketat, terutama setelah Harris kembali pada awal November.
Jajak pendapat HarrisX/Forbes juga menerbitkan hasil serupa, menurut jajak pendapat terbaru, Harris masih unggul tipis dari Trump dengan kemungkinan pemilih 49-48 persen.
Jajak pendapat Ipsos juga menunjukkan Harris memimpin 50 persen berbanding 48 persen. Sementara penelitian lain seperti PBS News/NPR/Marist dan Cooperative Election Study menunjukkan Harris memiliki keunggulan lebih luas, masing-masing 51-47 persen dan 50-46 persen.